Hadith Maudlu’ - It's a fabricated, forged or concocted hadith. The term applied to a hadith, the text (matan) of which goes against the established norms of the Prophet's sayings or its reporters include a liar, e.g. the forty hadith known as Wad'aniyyah or the small collection of ahadith which was fabricated and claimed to have been reported by `Ali al-Rida, the eighth Imam of the Ithna 'Ashari Shi'ah.
Some of these hadith were known to be spurious by the confession of their inventors. For example, Muhammad b. Sa`id al-Maslub used to say, "It is not wrong to fabricate an isnad for a sound statement." Another notorious inventor, `Abd al-Karim Abu 'l-Auja, who was killed and crucified by Muhammad b. Sulaiman b. `Ali, governor of Basrah, admitted that he had fabricated four thousand ahadith declaring lawful the prohibited and vice-versa.
Hadith Maudlu` are also recognised by external evidence related to a discrepancy found in the dates or times of a particular incident. For example, when the second caliph, `Umar b. al-Khattab decided to expel the Jews from Khaibar, some Jewish dignitaries brought a document to `Umar apparently proving that the Prophet had intended that they stay there by exempting them from the jizyah (tax on non-Muslims under the rule of Muslims).
The document carried the witness of two Companions, Sa'd b. Mu`adh and Mu'awiyah b. Abi Sufyan. `Umar rejected the document outright, knowing that it was fabricated because the conquest of Khaibar took place in 6 AH, whereas Sa'd b. Mu`adh died in 3 AH just after the Battle of the Trench, and Mu'awiyah embraced Islam in 8 AH, after the conquest of Makkah!
Hadith Maudlu’ dari sudut bahasa berasal daripada perkataan wadha’a – yadha’u – wadh’an wa maudhu’an – yang mengandungi beberapa pengertian antaranya telah menggugurkan, menghinakan, mengurangkan, melahirkan, merendahkan, mencipta, menanggalkan, menurunkan dan lain-lain lagi.
Hadith Maudlu’ menurut istilah ahli hadith, bererti suatu riwayat bohong, yang dibuat-buat, yang dinisbatkan kepada Nabi SAW. Kebohongan dari suatu riwayat dapat dilihat apabila dalam salah satu sanadnya terdapat seorang periwayat yang dikenal sebagai pernah meriwayatkan riwayat bohong yang disandarkan keada Nabi SAW. Hadis maudhu’ adalah jenis hadis-hadis dho’if yang paling rendah tingkatannya dan paling buruk.
Para ulama sepakat bahwasannya diharamkan meriwayatkan hadits maudlu’ dari orang yang mengetahui kepalsuannya dalam bentuk apapun, kecuali disertai penjelasan akan ke-maudlu’annya, berdasarkan sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam : “Barangsiapa yang menceritakan hadits dariku sedangkan dia mengetahui bahwa itu dusta, maka dia termasuk para pendusta (HR. Muslim).
Hadits maudlu’dapat diketahui dengan beberapa hal, antara lain :
1) Pengakuan dari orang yang memalsukan hadits. Seperti pengakuan Abi ‘Ishmat Nuh bin Abi Maryam, yang digelari dengan Nuh Al-Jaami’, bahwasannya ia telah memalsukan hadits-hadits atas Ibnu ‘Abbas tentang keutamaan-keutamaan Al-Qur’an surat per surat; dan seperti juga pengakuan Maisarah bin Abd Rabbih Al-Farisi bahwasannya ia telah memalsukan hadits tentang keutamaan Ali sebanyak tujuh puluh hadits.
2) Apa yang diposisikan sama dengan pengakuannya. Seperti bila seseorang menyampaikan hadits dari seorang syaikh, dan hadits itu tidak diketahui kecuali dari syaikh tersebut, ketika si perawi itu ditanya tentang kelahirannya lalu menyebutkan tanggal tertentu. Setelah diteliti dari perbandingan tanggal tanggal kelahiran perawi dengan tanggal kematian sang syaikh yang diriwayatkan darinya, ternyata perawi dilahirkan sesudah kematian syaikh, atau pada saat syaikh itu meninggal dia masih kecil dan tidak mendapatkan periwayatan.
3) Adanya indikasi pada perawi yang menunjukkan akan kepalsuannya, misalnya seorang perawi Rafidlah dan haditsnya berisi tentang keutamaan ahlul-bait.
4) Adanya indikasi pada isi hadits, seperti : Isinya bertentangan dengan akal sehat, atau bertentangan dengan indera dan kenyataan, atau berlawanan dengan ketetapan agama yang kuat dan terang, atau susunan lafadhnya lemah dan kacau.
Misalnya apa yang diriwayatkan Abdurrahman bin Zaid bin Aslam dari bapaknya dari kakeknya secara marfu’,“Bahwasannya kapal Nabi Nuh thawaf mengelilingi Ka’bah tujuh kali dan shalat dua raka’at di maqam Ibrahim”.
Mengapa dan apa yang mendorong melakukan pemalsuan
1) Cerita-Cerita dan Nasihat
Para tukang cerita ingin menarik perhatian orang awam untuk mengajak mereka kepada kebaikan dan menghindari kemunkaran. Untuk maksud itu mereka memalsukan hadits yang dinisbatkan kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dengan tujuan mencari penghidupan dan mendekatkan orang-orang awam dengan riwayat yang aneh. Misalnya : “Barangsiapa yang mengucapkan kalimat Laa ilaaha illallaah, maka Allah menciptakan dari setiap kata itu seekor burung yang paruhnya dari emas dan bulunya dari marjan”. Di antara mereka adalah Maisarah bin Abdir-Rabbih. Ketika ditanya,”Dari mana Anda dapatkan hadits-hadits ini?”. Dia menjawab,”Aku memalsukannya untuk menggembirakan orang”.
2) Membela Suatu Madzhab
Khususnya madzhab kelompok politik pasca terjadinya fitnah. Dan yang paling banyak melakukan kebohongan adalah kelompok Syi’ah Rafidlah. Imam Malik ketika ditanya tentang mereka, beliau mengucapkan,”Jangan mengajak bicara mereka dan jangan meriwayatkan dari mereka, karena mereka para pendusta”. Contoh hadits buatan mereka adalah : “Aku (Muhammad) adalah timbangan ilmu, dan ‘Ali sebagai piringan timbangannya, Hasan dan Husain sebagai benang-benangnya, Fathimah pengaitnya, dan para imam sebagai tiang penimbang amalan orang-orang yang mencintai kami dan orang-orang yang membenci kami”.
Dan kelompok yang paling jauh dari tindakan pemalsuan adalah Khawarij, karena mereka mengkafirkan orang yang melakukan dosa besar, sedangkan dusta termasuk dosa besar. Apalagi dusta terhadap Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam.
3) Zindiq
Para pemimpin dan penguasa negeri yang ditaklukan telah tunduk pada kekuasaan Islam, akan tetapi mereka masih memendam rasa kedengkian di dalam hati, namun mereka tidak mampu secara terang-terangan memusuhinya. Akhirnya mereka memalsukan hadits yang berisi kelemahan dan ejekan yang tujuannya merusak agama. Contohnya seperti : “Allah telah menciptakan malaikat dari kedua bulu siku dan dada-Nya”. Dan : “Melihat wajah yang cantik adalah ibadah”.
Dan di antara orang-orang zindiq tersebut adalah Abdul-Karim bin Abi Al-Auja’, yang dibunuh oleh Muhammad bin Sulaiman Al-‘Abbasi gubernur Bashrah. Ketika akan dibunuh Abdul-Karim berkata,”Aku telah memalsukan atas kalian empat ribu hadits, aku haramkan yang halal dan aku halalkan yang haram”. Dan Bayan bin Sam’an Al-Hindi yang dibunuh oleh Khalid bin Abdillah Al-Qusari, kemudian Muhammad bin Sa’id Al-Mashlub yang dibunuh oleh Abu Ja’far Al-Manshur.
4) Mendekatkan Diri kepada Para Penguasa Demi Menuruti Hawa Nafsu Mereka
Seperti kisah Ghiyats bin Ibrahim An-Nakha’I bersama Amirul-Mukminin Al-Mahdi, ketika dating kepadanya dan dia (Al-Mahdi) sedang bermain merpati. Lalu dia (Ghiyats) menyebut hadits dengan sanadnya secara berturut-turut sampai kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bahwasannya beliau bersabda,“Tidak ada perlombaan kecuali anak panah, ketangkasan, atau menunggang kuda atau sayap”. Maka dia menambahkan kata : “atau burung”. Itu dilakukannya untuk menyenangkan Al-Mahdi, lalu Al-Mahdi memberinya sepuluh ribu dirham. Setelah ia berpaling, sang Amir berkata,”Aku bersaksi bahwa tengkukmu adalah tengkuk pendusta atas nama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam. Lalu beliau (Al-Mahdi) memerintahkan untuk menyembelih merpati tersebut.
Kesalahan Sebagian Ahli Tafsir dalam Menyebutkan Hadits-Hadits Palsu
Sebagian ulama’ tafsir melakukan kesalahan dengan menyebutkan hadits-hadits palsu dalam tafsir mereka tanpa menjelaskan kepalsuanya, khususnya riwayat tentang fadlilah Al-Qur’an surat per surat. Di antara mereka adalah : Ats-Tsa’labi, Al-Wahidi, Az-Zamakhsyari, dan Al-Baidlawi.
Wallahu'alam
No comments:
Post a Comment